Biar Kuncupnya Mekar Jadi Bunga
Ternyata obrolan kita tentang cinta belum selesai.
Saya telah menyatakan sebelumnya betapa penting peranan kata itu dalam mengekspresikan kata cinta. Tapi itu bukan satu-satunya bentuk ekspresi cinta.
Cinta merupakan sebentuk emosi manusiawi. Karena itu ia bersifat fluktuatif, naik turun mengikuti semua anasir di dalam dan di luar di diri manusia yang mempengaruhinya.
Itulah sebabnya saya juga mengatakan, mempertahankan dan merawat rasa cinta sesungguhnya jauh lebih sulit dari sekedar menumbuhkannya.
Jadi obrolan kita memang belum selesai.
Begitu pentingkah? Ah, mungkin secara harfiah tidak sejauh itu. Tapi ini adalah masalah manusia yang paling dalam.
Walaupun begitu, saya juga tidak merasakan adanya urgensi untuk menjawab pertanyaan ini: apa itu cinta?
Itu terlalu filosofis. Saya lebih suka menjawab pertanyaan ini: bagaimana seharusnya Anda mencintai?
Pertanyaan ini melekat erat dalam kehidupan individu kita.
Cinta itu bunga: bunga yang tumbuh mekar dalam taman hati kita.
Taman itu adalah kebenaran.
Apa yang dengan kuat menumbuhkan, mengembangkan, dan memekarkan bunga-bunga adalah: air dan matahari.
Air dan matahari adalah kebaikan.
Air memberinya kesejukan dan ketenangan, tapi matahari memberinya gelora kehidupan.
Cinta, dengan begitu, merupakan dinamika yang bergulir secara sadar di atas latar wadah perasaan kita.
Maka begitulah seharusnya Anda mencintai: menyejukkan, menenangkan, namun juga menggelorakan.
Dan semua makna itu terangkum dalam kata ini: menghidupkan.
Anda mungkin dekat dengan peristiwa ini: bagaimana istri Anda melahirkan seorang bayi, lalu merawatnya, dan menumbuhkannya, mengembangkannya serta menjaganya. Ia dengan tulus berusaha memberinya kehidupan.
Bila Anda ingin mencintai dengan kuat, maka Anda harus mampu memperhatikan dengan baik, menerimanya apa adanya dengan tulus, lalu berusaha mengembangkannya semaksimal mungkin, kemudian merawat dan menjaganya dengan sabar.
Itulah rangkaian kerja besar para pecinta: pengenalan, penerimaan, pengembangan dan perawatan.
Apakah Anda telah mengenal istri Anda dengan seksama?
Apakah Anda mengetahui dengan baik titik kekuatan dan kelemahannya?
Apakah Anda mengenal kecenderungan-kecenderungannya?
Apakah Anda mengenal pola-pola ungkapannya: melalui pemaknaan khusus dalam penggunaan kata, melalui gerak motorik refleksnya, melalui isyarat rona wajahnya, melalui tatapannya, melalui sudut matanya?
Apakah Anda dapat merasakan getaran jiwanya, saat ia suka dan saat ia benci, saat ia takut dan begitu membutuhkan perlindungan?
Apakah Anda dapat melihat gelombang-gelombang mimpi-mimpinya, harapan-harapannya?
Sekarang perhatikanlah bagaimana tingkat pengenalan Rasulullah saw terhadap istrinya, Aisyah. Suatu waktu beliau berkata, "Wahai Aisyah, aku tahu kapan saatnya kamu ridha dan kapan saatnya kamu marah padaku. Jika kamu ridha, maka kamu akan memanggilku dengan sebutan: Ya Rasulullah! tapi jika kamu marah padaku, kamu akan memanggilku dengan sebutan: Ya Muhammad!"
Apakah beda antara Rasulullah dan Muhammad kalau toh obyeknya itu-itu juga?
Tapi Aisyah telah memberikan pemaknaan khusus ketika ia menggunakan kata yang satu pada situasi jiwa tertentu, dan kata yang lain pada situasi jiwa yang lain.
Pengenalan yang baik harus disertai penerimaan yang utuh.
Anda harus mampu menerimanya apa adanya.
Apa yang sering menghambat dalam proses penerimaan total itu adalah pengenalan yang tidak utuh atau obsesi yang berlebihan terhadap fisik.
Anda tidak akan pernah dapat mencintai seseorang secara kuat dan dalam kecuali jika Anda dapat menerima apa adanya.
Dan ini tidak selalu berarti bahwa Anda menyukai kekurangan dan kelemahannya. Ini lebih berarti bahwa kelemahan dan kekurangan bukanlah kondisi akhir kepribadiannya, dan selalu ada peluang untuk berubah dan berkembang.
Dengan perasaan itulah seorang ibu melihat bayinya. Apakah yang ia harap dari bayi kecil itu?
Ketika ia merawatnya, menjaganya, dan menumbuhkannya, apakah ia yakin bahwa kelak anak itu akan membalas kebaikannya? Tidak.
Semua yang ada dalam jiwanya adalah keyakinan bahwa bayi ini punya peluang untuk berubah dan berkembang, dan karenanya ia menyimpan harapan besar dalam hatinya bahwa kelak hari-hari jugalah yang akan menjadikan segalanya lebih baik.
Penerimaan positif itulah yang mengantar kita pada kerja mencintai selanjutnya: pengembangan. Pada mulanya seorang wanita adalah kuncup yang tertutup.
Ketika ia memasuki rumah Anda, memasuki wilayah kekuasaan Anda, menjadi istri Anda, menjadi ibu anak-anak Anda: Andalah yang bertugas membuka kelopak kuncup itu, meniupnya perlahan, agar ia mekar jadi bunga.
Andalah yang harus menyirami bunga itu dengan air kebaikan, membuka semua pintu hati Anda baginya, agar ia dapat menikmati cahaya matahari yang akan memberinya gelora kehidupan.
Hanya dengan kebaikanlah bunga-bunga cinta bersemi, dan ungkapan 'Aku Cinta Kamu' boleh jadi akan kehilangan makna ketika ia dikelilingi perlakuan yang tidak simpatik dan tidak mengembangkan.
Apa yang harus Anda berikan kepada istri Anda adalah peluang untuk berkembang, keberanian menyaksikan perkembangannya tanpa harus merasa bahwa superioritas Anda terganggu.
Ini tidak berarti Anda harus memberi semua yang ia senangi, tapi berikanlah apa yang ia butuhkan.
Tetapi setiap perkembangan harus tetap berjalan dalam keseimbangan.
Dan inilah fungsi perawatan dari rasa cinta.
Tidak boleh ada perkembangan yang mengganggu posisi dan komunikasi.
Itulah sebabnya terkadang Anda perlu memotong sejumlah ranting yang sudah kepanjangan agar tetap terlihat serasi dan harmoni.
Hidup adalah simponi yang kita mainkan dengan indah.
Maka, duduklah sejenak bersama dengan istri Anda, tatap matanya lamat-lamat, dengarkan suara batinnya, getaran nuraninya, dan diam-diam bertanyalah pada diri sendiri: apakah ia telah menjadi lebih baik sejak hidup bersama dengan Anda?
Mungkinkah suatu saat ia akan mengucapkan puisi Iqbal tentang gurunya:
....Dan nafas cintanya meniup kuncupku
Maka ia mekar jadi bunga...
* M. Anis Matta
(dari buku "Biar Kuncupnya Mekar Jadi Bunga", Pustaka Ummi, Jakarta 2000)
(Berbahagialah Bagi Sipemilik Jiwa Yang Telah Memperoleh CintaNya)
0 Comments:
Post a Comment
Subscribe to Post Comments [Atom]
<< Home